Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Unsolved Mystery: Pembunuhan Sadis Keluarga Miyazawa Di Setagaya Jepang

Pada tanggal 30 Desember 2020 silam, salah satu kasus pembunuhan paling terkenal di Jepang telah genap berusia 20 tahun lamanya. Kasus ini melibatkan pembunuhan brutal terhadap satu keluarga yang terdiri dari empat orang di kawasan Setagaya Tokyo. Kejadian ini menarik perhatian publik Jepang dan internasional, hal itu terlihat dari banyaknya artikel dan episode podcast yang dibuat untuk membahas tragedi ini. Namun, seiring berjalannya waktu dan kendala bahasa, beberapa detail dari informasi tersebut telah hilang atau terlupakan. Oleh karena itu, admin memutuskan untuk menuliskan sinopsis kasus ini dengan seakurat dan selengkap mungkin, berdasarkan sumber-sumber Jepang yang memiliki reputasi baik dan terpercaya.

Berikut adalah kisah pembunuhan brutal keluarga Miyazawa di Setagawa Jepang

Bagaimana Awal Mula Pembunuhan Ini Terjadi?

Ketika keluarga Miyazaki pindah ke kawasan Kamisoshigaya pada tahun 1991, tempat itu penuh sesak dengan rumah-rumah penduduk. Lebih dari dua ratus bangunan tempat tinggal berbagai bentuk tersebar di sekitar kawasan itu. Keluarga Miyazaki yang terdiri dari empat orang yaitu: sang ayah, seorang pekerja kantoran bernama Miyazawa Mikio (44), istrinya Yasuko (41) seorang guru privat di rumah, putrinya Niina (8) dan putranya Rei (6). Mereka tinggal di sebuah rumah dengan dimensi ruangan yang kecil dan lumayan sempit. Di bagian belakang rumah mereka terdapat taman tempat anak-anak kecil bermain yang disebut "Taman Kereta Choo-choo" (汽車ポッポ公園). 

Kediaman Keluarga Miyazawa Di Setagaya Jepang
Sumber: Asahi Newspaper

Singkat cerita, keluarga Miyazawa mulai kehilangan lebih banyak tetangga, para penduduk kebanyakan menjual tanah mereka ke kota. Bahkan beberapa kontraktor besar di Tokyo sudah memiliki rencana untuk area ini yaitu memperluas Taman Soshigaya untuk keperluan industri. Pada tahun 2000-an, penduduk di kawasan ini semakin habis, total hanya ada sekitar empat rumah yang tersisa. Salah satunya adalah milik kakak perempuan Yasuko yang bernama An. Rumah An setiap harinya ditempati oleh ibunya yang juga merupakan ibu Yasuko. Sementara  An dan putranya menghabiskan delapan tahun tinggal di Inggris dan baru kembali ke Setagaya pada musim semi tahun 2000. Suami An adalah seorang insinyur di sebuah perusahaan mobil besar (beberapa rumor menyatakan bahwa suaminya bekerja dengan salah satu tim Formula Satu) yang membuatnya sering berada di luar negeri. Rumah rumah yang nyaris kosong itulah tempat yang digunakan Yasuko untuk mengajar anak-anak.

Mengingat jarak yang sangat dekat, Yasuko tak pernah kerepotan beraktifitas di sana. Kedua bangunan itu memang begitu dekat, sehingga bisa juga disebut semi terpisah. Namun jarak yang begitu dekat itu justru membuat Mikio suaminya merasa tidak nyaman. Dia khawatir hal ini dapat menyebabkan masalah keluarga di masa depan. Maka ia mengusulkan untuk membuat kedap suara di kedua tempat tersebut. Akhirnya usulan itupun disetujui.

Keluarga Miyazawa dan keluarga iparnya An memiliki keinginan layaknya penduduk di kawasan ini, Kedua keluarga itu berencana untuk pindah dari Kamisoshigaya dengan menjual tanah mereka ke kota. Namun, Yasuko masih ragu-ragu, ia khawatir anak-anaknya akan kesulitan beradaptasi di tempat baru nantinya, terutama anak bungsunya, Rei yang memiliki gangguan perkembangan. Pada akhirnya, mereka tidak pernah pindah karena berbagai pertimbangan. Hingga pada malam tanggal 30 Desember, kehidupan keluarga Miyazawa yang tenang menjadi sangat kacau dan mencekam.

Malam Pembunuhan Brutal

Menurut versi yang paling ramai dibicarakan, pelaku memasuki rumah Miyazawa melalui jendela kecil di kamar mandi lantai dua. Target pertama pelaku adalah kamar tidur Rei si anak bungsu yang terletak tepat di sebelah kamar mandi. Pelaku menemukan si bungsu yang sedang tidur lalu mencekiknya. Rei adalah satu-satunya korban yang dibunuh dengan cara dicekik dan satu-satunya korban yang tidak memiliki luka tusuk atau noda darah di tubuhnya. Di kamar tidur inilah polisi menemukan jejak kaki paling banyak. 

Peta Rumah Keluarga Miyazawa
Sumber: Adaymagazine

Korban berikutnya diperkirakan adalah sang ayah, Mikio. Polisi menduga bahwa sebelum penyerangan, dia mengerjakan sesuatu di ruang kerjanya yang berada di lantai pertama. Mayatnya ditemukan di lantai pertama, tepat di sebelah tangga. Mikio mengalami banyak luka terutama di bagian paha dan bokong, tetapi luka tusuk juga ditemukan di kedua lengan, dada, dan wajahnya. Penyebab kematiannya diputuskan karena kehabisan darah akibat luka tusuk di dada. Polisi kemudian menemukan pecahan pisau sashimi yang tertancap di tengkorak korban, pisau itu disinyalir adalah senjata yang digunakan pelaku.

Poto kamar tidur Rei
Sumber: Nikkei

Korban terakhir adalah ibu dan anak perempuan yang sedang tidur bersama di lantai paling atas. Lantai paling atas itu dapat diakses dengan tangga lipat yang terletak di lantai dua (dekat dengan kamar mandi). Keduanya ibu dan anak ditikam beberapa kali, terutama di bagian wajah dan leher. Pertama dengan pisau sashimi yang patah, lalu dengan pisau dapur serbaguna yang pasti didapatkan pelaku dari dapur rumah itu juga. Polisi menduga, mungkin waktu yang diperlukan pelaku selama mengambil pisau di dapur digunakan Yasuko sang ibu dan putrinya Niina untuk melarikan diri. Yasuko mengalami pendarahan hebat, ia menggendong Niina dan membawanya menuruni tangga. Pelaku itu pasti melihat mereka dan akhirnya memberikan tikaman terakhir. Kedua mayat sang ibu dan putrinya  ditemukan dalam posisi berjongkok, dengan punggung saling bersandar satu sama lain.

Putrinya Niina diketahui adalah korban terakhir yang tewas. Polisi memutuskan bahawa penyebab kematiannya adalah “cedera tulang belakang leher yang disebabkan oleh luka tusukan dari belakang". Selain itu, gigi pertama dan ketiganya ditemukan hilang, itu menunjukkan bahwa ia tidak hanya ditikam tetapi juga dipukuli. Polisi menemukan noda darah di kasur yang menunjukkan bahwa mereka diserang saat tidur. Sebuah tisu berlumuran darah tergeletak di lantai paling atas, yang mungkin digunakan oleh Yasuko untuk menghentikan pendarahan Niina.

Setelah membunuh keluarga tersebut, pelaku pergi ke area dapur di rumah  Miyazawa. Dia mengeluarkan beberapa es krim  berbentuk wadah dari lemari es. Anehnya dia tidak menggunakan sendok, tetapi meremas wadah es krim itu lalu menggigit es krimnya. Untuk minuman, pelaku memilih teh jelai. Dia mengabaikan cola dan bir yang masih tersisa di lemari es. Di dapur juga merupakan tempat pelaku menemukan plester luka yang ia gunakan untuk membebebat luka di tangan kanannya.

Setelah dari dapur, kemungkinan pelaku menuju gudang di lantai pertama. Dia menggeledah semua laci, mengobrak-abrik seluruh dokumen keluarga. Pelaku kemudian  membawa salah satu laci tersebut ke kamar mandi di lantai dua, lalu membuang isinya ke dalam bak mandi.

Barang-barang pribadi seperti dua tas tangan Yasuko, dompet Mikio, kunci rumah, dan berbagai dokumen juga mengalami nasib yang sama. Pelaku membuangnya ke dalam toilet di dalam kamar mandi yang sama. Barang-barang lain, seperti handuk putih yang berlumuran darah pelaku dan secangkir es krim kosong juga ikut dibuang.

Kemungkinan besar pelaku masih berada di rumah Miyazawa pada pukul 01.18 pagi. Pada pukul 01.18, pelaku terhubung ke Internet menggunakan komputer Mikio. Pelaku terhubung ke internet selama lima menit dengan mengakses situs web yang di bookmarks oleh korban yaitu Mikio. Setelah itu polisi masih mengivestigasi aktifitas apa yang dilakukan oleh pelaku.

Selama bertahun-tahun, publik percaya bahwa pelaku melarikan diri pada pagi hari karena komputernya terhubung ke Internet untuk kedua kalinya sekitar pukul 10 pagi. Baru pada tahun 2014, polisi mempublikasikan sebuah berita besar bahwa koneksi kedua ke internet itu kemungkinan besar adalah sebuah kebetulan saja. Mouse komputer yang ditemukan oleh polisi jatuh ke bawah meja yang membuat komputer menyala dan secara otomatis terhubung ke internet. Anehnya, komputer itu langsung terkoneksi ke situs web perusahaan Mikio, tepatnya homepage pribadi Mikio. Kepolisian Jepang telah melakukan reka ulang kejadian untuk membuktikan bukti tersebut. Mereka menggunakan jenis komputer Macintosh yang sama persis dengan miliki keluarga Miyazawa. Hasilnya, polisi menyimpulkan bahwa kemungkinan besar adalah ibu Yasuko tidak sengaja menjatuhkan Mouse karena terkejut saat menemukan mayat. Itulah yang membuat komputer itu terhubung ke Internet.

Informasi ini mempersulit kasus yang sudah rumit. Teori sebelumnya menyatakan bahwa pelaku sendiri yang mengakses internet untuk kedua kalinya. Akan tetapi, ibu Yasuko datang ke rumah putrinya setelah pukul 10 pagi untuk memeriksa keadaan mereka. Sementara salah satu kerabat keluarga Miyazawa pun menelepon polisi pada pukul 10:56. Artinya, jika memang benar pembunuhnya mengakses Internet untuk kedua kalinya, dia hanya memiliki sedikit waktu untuk melarikan diri. Teori lain menyatakan bahwa pelaku kemungkinan melarikan diri antara pukul 1:30 pagi hingga pukul 10 pagi.

Hal lain yang meragukan adalah titik masuk pelaku. Apakah dia benar-benar menggunakan jendela kamar mandi yang ukurannya sangat kecil? Salah satu penyelidik dalam sebuah wawancara dengan “Majalah Excite” mengungkapkan bahwa penyidik memiliki keraguan akan hal ini. Polisi sendiri telah menemukan bukti vital yaitu pakaian pelaku yang masih bersih, kemudian Jaket dan tas ransel miliki pelakuyang ditemukan polisi juga tidak menunjukkan tanda-tanda lecet atau aus. Di jendela tempat pelaku masuk pun tidak ada bekas kain atau serat yang tertinggal mengingat ukuran jendela itu berukuran sangat kecil.

Poto kamar mandi keluarga Setagaya
Sumber: Nikkei

Satu-satunya akses untuk masuk adalah pintu masuk utama yang berada di depan. Masalahnya pintu ini terkunci dan hampir tidak ada kemungkinan orang lain bisa masuk kecuali anggota kerabat mereka itu sendiri. Supaya teori ini masuk akal, maka pelaku haruslah seorang kenalan dari keluarga tersebut. Dengan kata lain, seseorang yang mempunyai akses atau diizinkan masuk bahkan pada malam hari. Pendukung teori ini menerangkan bahwa jejak kaki yang tercetak dengan noda darah tersebut hanya mengarah ke lantai atas. Artinya pelaku bukan penyusup, melainkan seseorang yang memang diundang untuk masuk ke dalam rumah. Setelah melakukan aksinya, pelaku kemudian menggunakan jendela untuk melarikan diri.

Polisi mencatat bahwa jendela kamar mandi saat itu dalam kondisi terbuka. Kasa nyamuk jendela tersebut juga terlepas dan tergeletak di luar rumah. Selain itu, di bawah jendela polisi menemukan jejak kaki dengan ukuran yang mirip dengan pelaku. Ranting-ranting pohon yang patah di dekat pagar taman diasumsikan juga milik pelaku.

Siapa Pembunuhnya?

Kasus pembunuhan ini sangat fenomenal, hingga ratusan polisi terlibat dalam penyelesaian kasusnya. Ketika lembaga forensik menyatakan bahwa pelaku meninggalkan jejak berupa sidik jari, jejak kaki dan noda darah, sebagian besar penyidik merasa bahwa hal tersebut merupakan sebuah angin segar. Nyatanya, lebih dari 5 juta orang diperiksa mulai dari tetangga, keluarga, seluruh pelaku kriminal, bahkan semua pasien rumah sakit yang mempunyai luka di tangan tidak ada kecocokan sama sekali. Polisi juga mencoba melakukan tes DNA dengan percobaan sebanyak 1.300.000 kali percobaan, namun hasilnya nihil.

Hingga pada tahun 2005 polisi mengumumkan informasi menarik yaitu, kemungkinan pelaku berasal dari Eropa Selatan. Ibu pelaku disinyalir merupakan orang yang berasal dari Eropa Selatan, sementara ayah pelaku adalah orang Asia Timur. Jadi pelaku kemungkinan mampu berbahasa Jepang, Korea dan China. Polisi Jepang sempat meminta bantuan kepada Kepolisian Korea Selatan untuk mengidentifikasi pelakunya. Hal ini adalah peristiwa yang cukup langka mengingat hubungan kedua negara tersebut cukup tak akur. Permintaan kepolisian Jepang tersebut akhirnya ditolak.

Berdasarkan pengamatan penyidik, pelaku memanjat pagar dan mengakses jendela latai dua kemungkinan menggunakan tangan kosong. Dengan fakta tersebut, pelaku kemungkinan berusia 15-35 tahun, dengan tinggi badan mencapai 170 cm. Polisi juga menemukan helai rambut yang ditemukan dalam tas pinggang. Hal itu menunjukkan bahwa pelaku kemungkinan memiliki rambut pendek berwarna coklat atau hitam.

Banyak orang berspekulasi bahwa pelaku tersebut memiliki latar belakang militer karena gaya berjalannya mengendap dengan langkah kecil dan berjalan dengan sambil menempelkan punggung ke tembok. Namun hal tersebut dibantah, penyidik menjelaskan hal tersebut bisa terjadi karena pelaku berjalan degan pola seperti itu untuk menghindari tergelincir dari tangga yang berlumuran darah.

Barang Bukti Milik Pelaku

Faktanya, pelaku meninggalkan bukti yang cukup banyak di kediaman korban, entah hal itu disengaja maupun tidak. Namun hal tersebut menjadi bahan perdebatan pelik di kalangan penyidik. Di ruang tamu keluarga Miyazawa terdapat barang bukti berupa outfit lengkap yang digunakan pelaku. Kabar ini langsung mencuat dan menjadi perbincangan hangat di kalangan internasional, khususnya pada bukti tas ransel milik pelaku. Penyidik menemukan fakta bahwa pada tas tersebut terdapat jejak pasir yang disinyalir berasal dari dataran Amerika bagian barat daya.

Bukti lainnya yaitu tas pinggang milik pelaku. Penyidik memaparkan bahwa tas tersebut adalah tas  familiar yang sering dijumpai di Jepang. Ukurannya pun relatif kecil, hanya muat untuk buku tulis ukuran A5. Tas tersebut diperjualnelikan di Jepang mulai September 1995 hingga Januari 1999 dengan harga kurang dari 30 dolar. Penyidik sempat melakukan backlight tes dan hasilnya pada tas tersebut terdapat zat fluoresen berwarna merah, serta rambut warna hitam milik pelaku.

Tas pinggang milik pelaku
Sumber: Metropolitan Police Departement

Barang bukti lainnya berupa syal adalah yang paling sulit untuk diungkap. Hal itu dikarenakan tidak ditemukan sama sekali siapa produsen yang membuat dan memasarkan syal tersebut. menurut informasi yang diterima penyidik, syal tersebut diperoleh secara cuma-cuma di pusat-pusat perbelanjaan dan pusat permainan seperti arcade dan sport.

Syal milik pelaku
Sumber: Metropolitan Police Department

Para pengamat dari dunia barat ramai-ramai membahas tentang tas pinggang, namun masyarakat Jepang umumnya menganggap bahwa barang bukti berupa sepatu pelaku adalah bukti yang paling vital. Sepatu tersebut bermerek Slazengers yang mana merupakan pabrikan Inggris yang memproduksi jenis yang sama di Korea Selatan. Sepatu jenis itu dijual di Jepang dan Korea Selatan.

Sepatu merek Slazengers milik pelaku
Sumber: Sankei Newspaper

Namun sepatu bukanlah satu-satunya barang mencurigakan yang ditinggalkan oleh pelaku. Kaos biasa dengan kain tipis tersebut juga langsung menjadi sorotan, pasalnya hanya ada 10 total jumlah kaos tersebut yang dijual di toko M/X yang kini telah gulung tikar. Bahkan jika kita menghitung keseluruhan jumlah peredaran kaos itu di Jepang, total hanya 130 item saja.

T-shirt pelaku
Sumber: Metropolitan Police Department

Sementara pakaian lainnya yang ditemukan penyidik berupa topi capil rajutan abu-abu, jaket tebal hitam produk Uniqlo, dan sarung tangan hitam. Topi pelaku diketahui dijual mulai September 1999 hingga November 2000. Jaket pelaku berukuran L yang merupakan jaket keluaran tahun 2000-an yang juga tersedia di banyak toko pada periode tahun yang sama. Sarung tangan pelaku merupakan barang yang diproduksi oleh pabrikan Jepang yaitu Edwin dan tersedia di tahun 1998 hingga tahun 2000. Beberapa pakaian yang telah diamankan oleh penyidik beraroma merek parfum Drakkar Noir, yaitu merek parfum pabrikan Prancis yang dijual di Jepang sejak tahun 1982.

Ilustrasi penampilan/outfit pelaku
Sumber: Asahi Newspaper

Barang terakhir yang mendapat banyak perhatian dari penyidik Jepang adalah dua saputangan hitam yang diproduksi oleh merek Jepang, Muji. Salah satunya kemungkinan besar digunakan oleh pelaku untuk membungkus gagang senjata pelaku. Saputangan itu memiliki potongan sepanjang tiga sentimeter di bagian tengah kain. Menurut informan polisi Tokyo, teknik ini digunakan oleh pekerja Tiongkok di pabrik ikan, untuk mencegah pisau tergelincir saat membersihkan makanan laut.

Siapa Yang Diduga Menjadi Pelaku?

Penyidik memiliki banyak sekali bukti, akan tapi ada satu hal yang membuat bukti ini kurang akurat, yaitu saksi. Penyidik hanya menerima dua laporan tentang kemungkinan pelaku itu terlihat. Yang pertama datang dari seorang perempuan, ia mengaku sedang berada di dekat TKP dengan mengendarai mobil sekitar pukul 11:30. Ia melihat seorang pria yang bergegas keluar dari area rumah Miyazawa dan melompat ke arah mobilnya. Pria itu berhasil menghindari kendaraannya dan melarikan diri. Namun informasi ini dibantah oleh polisi karena mereka tidak menemukan tanda-tanda darah di jalan.

Laporan lainnya datang dari petugas stasiun sehari setelah pembunuhan. Di wilayah Nikkō, ada seorang pria dengan luka di lengannya terlihat di Stasiun Tōbu-Nikkō (sekitar 2-3 jam perjalanan dari Setagaya). Kemudian ia menerima perawatan dari seorang pekerja stasiun. Sekali lagi, polisi tidak menemukan informasi yang membantu. Lukanya terlalu parah hingga terlihat bagian tulangnya. Hal ini sama sekali tidak sesuai dengan gambaran penyidik tentang keadaan pelaku saat itu.

Dengan demikian keberadaan pelaku hingga saat ini tidak diketahui. Satu-satunya poto yang merekam pelaku adalah poto pelaku sebelum persitiwa pembunuhan itu terjadi. Ia terekam oleh kamera supermarket di dekat pintu keluar utara Stasiun Kichiōji (dua stasiun dari Ogikubo). Di sinilah pelaku membeli senjata untuk melakukan aksinya.

Motif Pembunuhan

Penyidik telah menetapkan tiga kemungkinan motif: yang pertama yaitu uang, yang kedua balas dendam, dan selanjutnya motif yang tidak diketahui oleh pihak berwenang. Teori uang cenderung membuat banyak orang yang skeptis, hal itu tak mengherankan lantaran tersangka hanya mengambil uang sejumlah 150 ribu yen (sekitar 1500 dolar) dari rumah Miyazawa. Banyak yang meragukan seseorang akan membunuh satu keluarga demi jumlah uang yang sangat kecil.

Akan tetapi perlu diketahui juga, bahwa kasus-kasus seperti itu benar-benar terjadi. Pada tahun 2009 di kota Kanie (dekat Nagoya), seorang mahasiswa pertukaran pelajar asal Cina membunuh dua orang dan melukai satu orang dalam sebuah perampokan. Ia hanya mencuri  sebuah jam tangan murah dan uang sebesar 2000 dolar yang akan ia gunakan untuk melunasi denda akibat kasusnya yang lain.

Setelah diselidiki, terdapat beberapa kelemahan dari teori ini. Pertama-tama, pelaku melakukan aksinya dengan tenang tanpa terburu-buru sedikitpun. Karena jika pelaku memang dalam kondisi terburu-buru, ia pasti mengambil semua uangnya. Akan tetapi dalam kasus ini pelaku terlihat dengan sengaja tidak mengambil semua uangnya, alih-alih ia menyisakan uang sekitar 190 ribu yen dan mata uang asing sebesar 5 ribu yen.

Motif pembunuhan ini juga dinilai berlebihan. Ada pendapat yang juga menjelaskan bahwa kasus ini adalah kasus pembunuhan biasa yang dilakukan oleh seorang perampok. Akan tetapi jika itu memang pembunuhan biasa, lantas mengapa pelaku membunuh Yasuko dan Niina yang sedang tidur di loteng dengan cara yang begitu kejam?

Hal ini akhirnya membawa kita ke motif selanjutnya yaitu balas dendam. Di sinilah tingkat kebengisan pelaku itu berperan. Selain Rei yang dibunuh dengan dicekik, anggota keluarga lainnya menemui ajal dengan cara yang sangat sadis dan penuh dendam. Dua korban perempuan yaitu Niina dan Yasuko ditikam di bagian wajahnya. Bisa jadi itu adalah dendam mendalam yang ia simpan terhadap salah satu dari mereka(?) Atau mungkin pelaku mempunyai perilaku misoginis yang membuat ia membenci wanita?

Yang membuat teori ini semakin masuk akal adalah fakta bahwa dari sepuluh barang yang ditinggalkan oleh pelaku, lima di antaranya dapat dibeli di sekitar Stasiun Ogikubo. Polisi menduga bahwa ia mungkin tinggal di sisi barat Tokyo dan berpindah menggunakan kereta JR Chuō Line dan Keiō Line, yang membuatnya berada tidak jauh dari Taman Soshigaya.

Namun namanya teori pasti juga mempunyai kelemahan, banyaknya pihak yang meragukan teori ini membuat kasus ini semakin runyam. Penyidik menduga bahwa pelaku sengaja meninggalkan barang bukti dan menghancurkan benda-benda di kediaman korban itu untuk sebuah kamuflase. Semua itu merupakan bagian dari rencana yang kompleks untuk mengalihkan perhatian polisi.

Keanehan dari kasus pembunuhan ini menyisakan banyak tempat untuk berspekulasi atas kemungkinan apapun yang bisa terjadi. Pada kenyataannya, pelaku bisa saja memiliki motif pembunuhan yang sama sekali berbeda. Tak ada yang tahu akan hal tersebut.

Rumor Yang Beredar

Di situs internasional, salah satu teori yang paling populer adalah keterlibatan para pemain skate board. Hal itu sangat masuk akal mengingat keluarga Miyazawa tinggal tepat di sebelah fasilitas umum berupa taman. Taman umum yang berisik kemungkinan telah menyebabkan beberapa konflik antara para skater dan keluarga Miyazawa. Persis seperti analisis awal dari polisi Jepang yang menyatakan bahwa pembunuhnya adalah seorang pemain skate.

Warganet juga banyak memberi "kesaksian" yang mengklaim bahwa Mikio sering bertengkar dengan para pemain skate, yang menggunakan bangku-bangku "Choo-Choo Train Park" sebagai ramp. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pelaku itu bisa saja tinggal di suatu tempat di dekat Ogikubo, tempat yang dekat dengan Taman Soshigaya. Ada kemungkinan dia melakukan kontak dengan Miyazawa sebelum pembunuhan terjadi. Di sisi lain, beberapa orang mengatakan bahwa pabrikan sepatu Slazengers akan membuat sepasang sepatu yang tidak biasa atau khusus untuk bermain skateboard. Ditambah lagi, mereka menjadi target pertama penyelidikan karena banyak pihak mencurigai mereka. Sidik jari mereka kemungkinan besar juga diperiksa.

Di Jepang, terdapat kecenderungan di mana publik Jepang kerap kali menganggap setiap pelaku kejahatan sadis selalu dilakukan oleh orang asing. Dengan demikian publik Jepang selalu mengaitkan kasus ini dengan negara lain, mereka yakin bahwa pelaku berasal dari Korea. Kisah yang lebih sensasional, yang ditulis oleh seorang jurnalis Ichihashi Fumiya, menceritakan tentang Miyazawa yang terlibat dengan Gereja Unifikasi Korea. Karena tidak mau menjual tanahnya kepada gereja, kemudian ia dibunuh oleh seorang pembunuh bayaran.

Dugaan lain berkisar pada pembunuh yang mengalami gangguan jiwa atau sebuah kasus perampokan yang gagal.

Kesimpulan Akhir

Ketika kasus ini semakin menunjukkan ketidakpastian dan perlahan kasus ini kian menguap, maka hanya ada satu secercah harapan, yaitu Ilmu pengetahuan. Sebuah lembaga penelitian di Shizuoka saat ini sedang berupaya untuk mengetahui lebih detail tentang pelaku berdasarkan DNA yang tertinggal di TKP. Menurut seorang ilmuwan yang menangani kasus ini, ada kemungkinan untuk mengetahui apakah pelaku memiliki penyakit, apa warna kulitnya, dan bahkan detail tentang fitur wajahnya.

Semuanya masih menjadi tanda tanya. Mungkinkah kita akan mendapatkan jawaban tentang siapa pelakunya? Polisi tetap skeptis, berbeda dengan Amerika Serikat yang dibangun oleh para imigran, mereka menganggap bahwa Jepang adalah negara yang homogen. Itu artinya tidak ada banyak minat untuk mencari tahu tentang asal-usul keluarga termasuk silsilah pelaku aslinya.

Posting Komentar untuk "Unsolved Mystery: Pembunuhan Sadis Keluarga Miyazawa Di Setagaya Jepang"