Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Di Atas Tungku Perapian

Sumber: ehotel.cz

Ada yang berbeda saat ku pandangi mereka, tetapi hanya perasaan damai yang kurasa. Anak-anakku yang dulu selalu ada di pangkuanku kini tumbuh kian dewasa beserta putra-putrinya. Mataku bergerak memandangi sekitarnya, semua tampak membeku sama seperti biasanya. Umurku yang kini hampir menginjak satu abad, namun masih seperti 40 tahun pikirku. 

Entahlah.

Ingin sekali ku mengedipkan mata, namun sia-sia. Mataku terasa mengering seperti dedaunan di musim kemarau. Nyeri hebat di sekujur tanganku semakin membuatku tak nyaman karena aku terus-menerus memegangi botol bir. semua terlihat membeku, tapi tidak dengan perasaanku.

Aku mulai tersedak setelah sekian lama menghirup asap dari tungku perapian yang berada tepat di sebelahku. Seseorang tolong sadari diriku! Benar-benar payah gumamku.

Tak lama berselang, cucuku yang berusia 9 tahun perlahan datang  menghampiriku. Ia seolah mendengar gumamanku. Inginku meminta pertolongan padanya agar asap itu dijauhkan dariku. Namun tak bisa, sebab mulutku tersendat dalam sebuah senyum.

Segera ia merendahkan tubuhnya, lalu melayangkan sebuah ciuman ke dahiku. "Aku merindukanmu Kakek" suaranya terdengar lirih.

Aku terdiam dalam tangis, mataku memerah namun tak meneteskan air mata. inginku memeluknya dan sekedar mengusap rambutnya, namun ku tak mampu menggapainya.

Ia bangkit setelahnya, lalu pergi meninggalkanku di dalam sebuah foto di atas tungku perapian.

Banyak orang bilang bahwa seseorang yang telah mati akan tetap abadi ..... Meskipun hanya dalam bingkai fotografi. 

Mohon tuliskan penafsiranmu tentang ending cerita ini di kolom komentar ya. Terimakasih!

Posting Komentar untuk "Di Atas Tungku Perapian"