Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Feminisme Genghis Khan Dan Kekaisaran Mongol

Perempuan-perempuan Perkasa Simbol Feminisme Dibalik Genghis Khan Dan Kekaisaran Mongol

Kekaisaran Mongol, sebuah kisah sejarah tentang kekaisaran yang dibangun oleh seorang jenius yang brutal. Kekaisaran yang dipimpin oleh kaisar yang menghormati istri dan putri-putrinya. Kemudian dihancurkan oleh putranya dan direbut kembali dua abad setelahnya oleh para perempuan yang luar biasa.

Pada masa kejayaannya, Genghis Khan menerapkan kebijakan pernikahan strategis di mana Genghis Khan akan menikahkan putrinya dengan raja dari negara sekutunya. Kemudian Genghis Khan akan menugaskan menantu barunya untuk tugas militer  menginvasi wilayah lain dalam Perang Mongol. Sebagian besar mereka tak pernah kembali ke kampung halaman karena gugur dalam pertempuran. Sementara putrinya akan mengambil alih tampu pemerintahan.

Kebijakan ini membuat Genghis Khan bisa leluasa melanjutkan program invasinya tanpa harus memikirkan urusan rumah tangga di istana kekaisaran. Dengan kebijakan ini bangsa mongol yang dulunya hanya sebatas negara suku secara singkat mampu berubah menjadi sebuah kekuatan global.

Akhir masa Genghis Khan 

Saat Genghis Khan wafat, putri-putrinya secara terampil memegang kekuasaan yang terbentang dari Laut Kuning hingga Kaspia. Hal ini mungkin belum pernah kita dengar sebelumnya, seorang perempuan yang berkuasa atas suatu kekaisaran besar dengan wilayah yang sangat luas. Di sisi lain, putra-putra Genghis Khan dengan tamaknya  mengikis habis kekuasaan tersebut tepat setelah mendiang ayahnya wafat. Masing-masing dari mereka mendapatkan warisan berupa wilayah, namun mereka berupaya memperluasnya dengan cara merebut wilayah dari saudara perempuannya. Maka tak ayal jika Kekaisaran Mongol perlahan mulai melemah dan akhirnya pecah menjadi beberapa bagian saja.

Saat Mongol telah terpecah menjadi beberapa provinsi, mereka tak pernah akur dan kerap kali terjadi peperangan antar saudara. Perlu diketahui bahwa pemegang kekuasaan di Mongol harus seorang keturunan dari Genghis Khan atau dikenal dengan nama “Borijin”.  Hal tersebut sangat riskan karena para panglima perang kerap memanfaatkannya untuk merebut kekuasaan kemudian dibunuh saat mereka beranjak dewasa dan dianggap berbahaya.

Kelahiran Ratu Manduhai

Pada tahun 1464 Kaisar Borijin pengusa Yuan Utara Dari bernama Manduul Khan memperistri seorang remaja bernama Manduhai, gadis dari keluarga aristokrat di Ongud Mongol. Saat Manduhai berusia 23 tahun, Manduul Khan wafat tanpa penerus tahta karena ia tak memiliki keturunan dari istri pertamanya Yungen Qabar Tu.  Hasilnya para pangeran Mongol berebut menjadi penguasa, sementara istri pertama Manduul Khan  tak pernah kembali dan nasibnya tak diketahui.

Sumber Gambar: Thefemalesoldier

Manduhai memanfaatkan moment tersebut dengan mengadopsi sekaligus menikahi laki-laki berumur tujuh tahun bernama Batumunkh. Batumunkh sendiri diketahui adalah pewaris tahta terakhir yang juga merupakan keturunan langsung dari Genghis Khan. Dengan demikian Batumunkh resmi menjadi penguasa Mongol dengan gelar Dayan Khan. Manduhai merawat sang suami muda, sekaligus membekalinya dengan ilmu yang mumpuni untuk bekal menjadi pemimpin di kemudian hari.

Sembari membesarkan suaminya yang masih belia, Manduhai juga turun langsung dalam medan pertempuran. Ia harus menyatukan bangsanya, mengendalikan sumberdaya dan wilayahnya, membendung pergerakan para panglima perang yang melawannya, serta menjaga Dinasti Ming supaya tak lagi menjadi sebuah ancaman. Manduhai tercatat pernah memimpin pasukan dalam perang melawan Oirat dan memenangkannya.

Menyatukan Kembali Bangsa Mongol 

Selama kurun waktu 30 tahun dalam diplomasi dan peperangan, Manduhai akhirnya berhasil mengembalikan harkat Borijin dan menyatukan bangsa Mongol untuk pertama kalinya dalam 100 tahun terakhir. Manduhai semakin menunjukkan dominasinya atas daratan Asia Tengah yang memaksa Dinasti Ming untuk tak repot-repot mengusiknya. Alih-alih Dinasti Ming malah membangun Tembok Raksasa China.

Bersama Dayan Khan, Manduhai mempunyai 8 anak termasuk tiga pasang anak kembar. Dengan begitu suksesi tahta Mongol akan terjamin hingga beberapa dekade selanjutnya. Mereka akan memerintah Mongolia hingga berdirinya Soviet pada tahun 1920-an.

Dapat disimpulkan bahwa Kekaisaran Mongol mempunyai sistem budaya dan politik yang kompleks. Mereka secara tidak langsung membuka mata kita bahwa budaya menghormati perempuan merupakan hal krusial yang perlu dipertimbangkan. Penghormatan pribadi Genghis Khan terhadap perempuan memungkinkannya mencapai lebih banyak hal daripada apa yang ia capai dengan hanya mengandalkan laki-laki.

Posting Komentar untuk "Feminisme Genghis Khan Dan Kekaisaran Mongol"